Jumat, 10 Maret 2017

desa tuli di bengkala bali

Bengkala.jpgDesa Bengkala di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, Bali, puluhan warganya menderita bisu tuli yang disebut Kolok oleh kalangan mereka.
Menurut Kepala Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng, Singaraja, Made Astika, asal usul orang Kolok ini berawal dari tahun 1940 an, dimana di desanya muncul seorang kolok. Warga setempat sendiri percaya, orang kolok tersebut merupakan titisan makhluk halus dan diperkirakan di Desa Bengkala ini jumlah orang Kolok mencapai 40 jiwa dari 2275 jiwa di desa tersebut.
Orang Kolok sendiri umumnya berprofesi sebagai petani, kuli bangunan dan penari. Perkimpoian antara orang Kolok sendiri kerap terjadi di desa ini, dimana keturunannya akan mengalami cacat, bisu dan tuli.
Sebagaimana mata pencaharian warga Bengkala pada umumnya, mata pencaharian Orang Kolok antara lain sebagai petani, kuli bangunan serta penjaga keamanan, dan karena keterbatasannya, Orang Kolok dari kecil hingga dewasa tidak mengenyam pendidikan formal.
Dalam komunikasi sehari-hari, Orang Kolok menggunakan bahasa isyarat, dan menurut keterangan Kepala Desa Bengkala, I Made Astika, seluruh warga Bengkala menguasai bahasa isyarat, terlepas apakah mereka bisu tuli atau tidak, uniknya, mereka yang bukan Orang Kolok, meskipun fasih berbicara, lebih suka menggunakan bahasa isyarat.
Berbeda dengan bahasa isyarat standar internasional dalam komunikasi bagi penderita tuna rungu dan tuna wicara, bahasa isyarat Orang Kolok jauh lebih sederhana dan dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat.
Sebagai contoh, bahasa isyarat Orang Kolok untuk makan adalah mengarahkan jemari tangan ke arah perut dan memegang perut jika lapar, selain itu, menggerakkan ujung telunjuk sebagai arti laki-laki dan menautkan ujung telunjuk dengan ujung jari tengah membentuk lingkaran untuk perempuan, atau, mengaitkan telunjuk kanan dengan telunjuk kiri sebagai simbol perkimpoian (atau persetubuhan).
Tari janger kolok hampir sama dengan tari janger yang biasanya dipentaskan, namun pada tari janger ini ditarikan oleh orang – orang penderita kolok dan hanya diiringi oleh alat musik kendang sebagai pengatur irama. Disebutkan bahwa tarian ini terlahir ketika masyarakat setempat telah merasa bosan dengan hiburan – hiburan rakyat yang biasa dipentaskan seperti misalnya joged maupun hiburan rakyat lainnya, sehingga muncul ide untuk membuat suatu hiburan yang lain daripada yang lain dan terbentuklah sanggar tari janger kolok ini yang ternyata cukup di kenal sampai ke manca negara.
Ada satu hal yang mungkin bisa dipetik dari para penderita kolok ini, bukan dari keunikan desanya, namun kita bisa belajar dari kreativitas yang bisa terlahir dari orang – orang yang mempunyai keterbatasan fisik namun mampu menghasilkan karya yang tidak kalah hebat dengan orang – orang normal.


Tak heran bila dalam pelaksanaan program Pilot Kesehatan dalam PNPM Mandiri Perdesaan 2006-2007 (kala itu PPK, red) desa ini menjadi salah satu yang terbaik kinerjanya, seperti dikutip Majalah Tempo Bahasa Inggris Edisi 23 Juni 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar