Ingat bahwa longliner Taiwan (yang kita dihadapkan di Pasifik Commons) yang terdampar di Bali dalam keadaanSayangnya, minyak melakukan bocor dari kapal dan upaya untuk menghapus Ho Tsai Fa 18, oleh penarik dengan kapal lainnya pada saat pasang, telah gagal.Laporan Umur:Perahu membakar semua Selasa malam sampai jam makan siang pada hari Rabu, ketika air pasang naik cukup tinggi untuk memadamkan api, kata seorang juru bicara Yayasan PERAN, yang berjalan proyek kelautan di daerah dan telah bekerja sama dengan pihak berwenang selama satu bulan terakhir untuk menyelamatkan kapal ....Misteri mengelilingi 50-ton kapal fiberglass di tengah tuduhan pemberontakan dan pembunuhan. Kapten Taiwan yang hilang, diduga tewas, dan Taiwan meminta bantuan polisi Indonesia untuk mencari para awak kapal Indonesia yang melarikan diri ketika kandas. Namun, penyelidikan mereka terhenti tanpa tubuh, tidak ada saksi dan TKP dikompromikan oleh para penjarah yang mengambil ikan, bahan bakar dan peralatan...."Ini cara mudah untuk melakukannya, tapimencurigakan beberapa minggu yang lalu? Nah itu masih terjebak di karang hanya sekarang ada banyak kurang dari itu setelah dikonsumsi dalam api kemarin.
bukan cara yang sangat ramah lingkungan melakukannya.Ketua PERAN Chris Moore, seorang pembuat kapal oleh perdagangan, mengatakan bahwa ketika ia mendengar
itu telah dibakar dia baru saja mendapat izin dari perusahaan asuransi pemilik kapal di Taiwan untuk memungkinkan pedagang memo untuk mengambilnya terpisah sepotong demi sepotong."Kami sedikit bingung," kata Moore."Seseorang memutuskan cara terbaik untuk menghadapinya adalah untuk obor itu...."Ada bensin tumpah di laut lagi dan ada tumpukan besar membara hitam fiberglass berantakan di bagian bawah lambung, yang dapat diseret di karang," katanya.MOHON MAAF KURANG JELAS KARENA HANYA TRANSLATE DARI SUMBER KEDUA
Jumat, 10 Maret 2017
Kapal Ho Tsai Fa No. 18 BALI
desa tuli di bengkala bali
![Bengkala.jpg](https://cdn.idntimes.com/content-images/post/20151030/Bengkala.jpg)
Menurut Kepala Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng, Singaraja, Made Astika, asal usul orang Kolok ini berawal dari tahun 1940 an, dimana di desanya muncul seorang kolok. Warga setempat sendiri percaya, orang kolok tersebut merupakan titisan makhluk halus dan diperkirakan di Desa Bengkala ini jumlah orang Kolok mencapai 40 jiwa dari 2275 jiwa di desa tersebut.
Orang Kolok sendiri umumnya berprofesi sebagai petani, kuli bangunan dan penari. Perkimpoian antara orang Kolok sendiri kerap terjadi di desa ini, dimana keturunannya akan mengalami cacat, bisu dan tuli.
Sebagaimana mata pencaharian warga Bengkala pada umumnya, mata pencaharian Orang Kolok antara lain sebagai petani, kuli bangunan serta penjaga keamanan, dan karena keterbatasannya, Orang Kolok dari kecil hingga dewasa tidak mengenyam pendidikan formal.
Dalam komunikasi sehari-hari, Orang Kolok menggunakan bahasa isyarat, dan menurut keterangan Kepala Desa Bengkala, I Made Astika, seluruh warga Bengkala menguasai bahasa isyarat, terlepas apakah mereka bisu tuli atau tidak, uniknya, mereka yang bukan Orang Kolok, meskipun fasih berbicara, lebih suka menggunakan bahasa isyarat.
Berbeda dengan bahasa isyarat standar internasional dalam komunikasi bagi penderita tuna rungu dan tuna wicara, bahasa isyarat Orang Kolok jauh lebih sederhana dan dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat.
Sebagai contoh, bahasa isyarat Orang Kolok untuk makan adalah mengarahkan jemari tangan ke arah perut dan memegang perut jika lapar, selain itu, menggerakkan ujung telunjuk sebagai arti laki-laki dan menautkan ujung telunjuk dengan ujung jari tengah membentuk lingkaran untuk perempuan, atau, mengaitkan telunjuk kanan dengan telunjuk kiri sebagai simbol perkimpoian (atau persetubuhan).
![janger](https://cintailahindonesia.files.wordpress.com/2011/01/janger.jpg?w=595)
Tari janger kolok hampir sama dengan tari janger yang biasanya dipentaskan, namun pada tari janger ini ditarikan oleh orang – orang penderita kolok dan hanya diiringi oleh alat musik kendang sebagai pengatur irama. Disebutkan bahwa tarian ini terlahir ketika masyarakat setempat telah merasa bosan dengan hiburan – hiburan rakyat yang biasa dipentaskan seperti misalnya joged maupun hiburan rakyat lainnya, sehingga muncul ide untuk membuat suatu hiburan yang lain daripada yang lain dan terbentuklah sanggar tari janger kolok ini yang ternyata cukup di kenal sampai ke manca negara.
Ada satu hal yang mungkin bisa dipetik dari para penderita kolok ini, bukan dari keunikan desanya, namun kita bisa belajar dari kreativitas yang bisa terlahir dari orang – orang yang mempunyai keterbatasan fisik namun mampu menghasilkan karya yang tidak kalah hebat dengan orang – orang normal.
Tak heran bila dalam pelaksanaan program Pilot Kesehatan dalam PNPM Mandiri Perdesaan 2006-2007 (kala itu PPK, red) desa ini menjadi salah satu yang terbaik kinerjanya, seperti dikutip Majalah Tempo Bahasa Inggris Edisi 23 Juni 2008.
desa trunyan
Bukan hanya menyajikan obyek-obyek wisata yang indah nan menawan. Bali juga memiliki satu obyek wisata yang unik, aneh dan seram. Terletak di Danau Batur, Kintamani tepatnya di Desa Trunyan.
Desa ini dinamai Trunyan diambil dari nama satu pohon besar yang tumbuh di sana. Pohon Trunyan yang memiliki bau yang harum sangat menyengat membuat warga sekitar tidak nyaman, sehingga timbul inisiatif untuk menetralisir bau wangi tersebut dengan -maaf- bangkai atau jasad manusia dengan cara meletakkan jasad orang yang baru meninggal di bawah pohon tersebut.
Saat saya berkunjung ke sana menghantarkan wisatawan asal Austria, saya bercakap dengan warga sekitar. Konon jasad mati yang bisa diletakkan di bawah pohon tersebut hanyalah jasad orang yang meninggal secara normal. Bukan karena kecelakaan atau penyakit ganas yang merenggut nyawa seseorang yang masih muda. Sehingga apabila Anda berkunjung ke sana dan menemukan jasad orang yang baru saja meninggal, mereka adalah orang-orang yang sudah tua.
Untuk menuju ke lokasi tersebut, Anda perlu menyebrang menggunakan perahu di Danau Batur, Kintamani. Tarifnya pun tidak murah karena tidak ada standarisasi sehingga para pelaku jasa penyebrangan tersebut mematok harga yang mereka kehendaki. Saat saya berkunjung pada bulan Januari 2016 bersama tim, kami harus membayar Rp. 500.000 untuk pp dan itupun ditempuh dengan jalan negosiasi yang lama.
Sesampai di lokasi, ada beberapa warga lokal yang menjaga lokasi tersebut. Sungguh sangat mengesankan bahwa mereka tidak meminta bayaran atau tiket untuk masuk ke lokasi, mereka hanya meminta sumbangan kepada pengunjung seikhlasnya.
Ada satu hal yang menarik lagi di obyek wisata ini. Jasad-jasad yang berbaring di bawah pohon tersebut masih dianggap hidup oleh anggota keluarga mereka, para anggota keluarga yang masih hidup sering datang ke tempat tersebut untuk menghantarkan keperluan semasa hidup seperti makanan, sandang dan uang. Sehingga banyak sekali uang-uang bertebaran di sekitar lokasi itu.
Untuk lebih clearnya sebaiknya Anda mengunjungi Desa Trunyan ini karena memang sangat recommended. Di Danau Batur juga terdapat restoran apung yang juga sangat recommended dan patut dikunjungi, selain masakannya yang lezat dan harga yang terjangkau, suasananya benar-benar amazing.
Saat saya berkunjung ke sana menghantarkan wisatawan asal Austria, saya bercakap dengan warga sekitar. Konon jasad mati yang bisa diletakkan di bawah pohon tersebut hanyalah jasad orang yang meninggal secara normal. Bukan karena kecelakaan atau penyakit ganas yang merenggut nyawa seseorang yang masih muda. Sehingga apabila Anda berkunjung ke sana dan menemukan jasad orang yang baru saja meninggal, mereka adalah orang-orang yang sudah tua.
Untuk menuju ke lokasi tersebut, Anda perlu menyebrang menggunakan perahu di Danau Batur, Kintamani. Tarifnya pun tidak murah karena tidak ada standarisasi sehingga para pelaku jasa penyebrangan tersebut mematok harga yang mereka kehendaki. Saat saya berkunjung pada bulan Januari 2016 bersama tim, kami harus membayar Rp. 500.000 untuk pp dan itupun ditempuh dengan jalan negosiasi yang lama.
Sesampai di lokasi, ada beberapa warga lokal yang menjaga lokasi tersebut. Sungguh sangat mengesankan bahwa mereka tidak meminta bayaran atau tiket untuk masuk ke lokasi, mereka hanya meminta sumbangan kepada pengunjung seikhlasnya.
Ada satu hal yang menarik lagi di obyek wisata ini. Jasad-jasad yang berbaring di bawah pohon tersebut masih dianggap hidup oleh anggota keluarga mereka, para anggota keluarga yang masih hidup sering datang ke tempat tersebut untuk menghantarkan keperluan semasa hidup seperti makanan, sandang dan uang. Sehingga banyak sekali uang-uang bertebaran di sekitar lokasi itu.
Untuk lebih clearnya sebaiknya Anda mengunjungi Desa Trunyan ini karena memang sangat recommended. Di Danau Batur juga terdapat restoran apung yang juga sangat recommended dan patut dikunjungi, selain masakannya yang lezat dan harga yang terjangkau, suasananya benar-benar amazing.
Langganan:
Postingan (Atom)